desalendangnangka.web.id
SELAYANG PANDANG SEJARAH DESA LENDANG NANGKA
KECAMATAN MASBAGIK KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NTB
- Raden Mas Panji Tilar Negara ( Sejarah Awal Berdirinya Desa Lendang Nangka)
Keberadaan situs-situs sejarah yang sangat diyakini sebagai situs peninggalan Raden Mas Panji Tilar Negara berupa Makam beliau dan kerabat, lokasi tempat tinggal beliau yang hingga saat ini masih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan “PURI”, dan benda-benda peninggalan yang masih terawat dan diyakini oleh masyarakat dan sejarah hidup Raden Mas Panji Tilar Negara, merupakan sebagai cikal bakal .berdirinya desa Lendang Nangka .
Jauh sebelum Raden mas Panji Tilar Negara memilih desa Lendang nangka sebagai tempat untuk menetap, tersebut rangkaian perjalanan panjang yang telah beliau lewati. Perjalanan sebagai putra mahkota kerajaan Selaparang, diasingkan dan menetap di Kerajaan Sumbawa, kembali ke Lombok dan mendirikan kedatuan Langko, hingga perjalanan terakhir beliau di desa Lendang Nangka.
Perjalanan panjang Raden Mas Panji Tilar Negara diawali oleh komplik internal kerajaan Selaparang pada kisaran tahun 1580 M. Pada waktu itu, usia beliau baru 10 tahun. Perhatian ayahanda beliau Prabu Panji Anom yang sangat berlebihan kepada salah seorang selir, menyebabkan perhatian Prabu Panji Anom kepada rakyat dan istri-istri yang lain, juga permaisuri menjadi sangat kurang. Hal inilah yang membuat Raden Mas Panji Tilar Negara hanya mampu memendam rasa kesal dan marah. Akan tetapi, beliau tidak mampu berbuat apapun.
Dalam kemelut internal kerajaan pada masa itu, disebutkan bahwa telah terjadi sebuah insiden kecil yang secara tidak sengaja telah menyebabkan kematian selir kesayangan ayahanda Prabu Panji Anom. Raden Mas Panji Tilar Negara yang pada saat itu masih sangat belia menjadi tertuduh penyebab kematian selir raja. Dan oleh raja, beliau diperintahkan untuk dihukum mati. Akan tetapi, Guna menghindari hukuman mati tersebut, karena pertimbangan bahwa Raden Mas Panji adalah putra mahkota, kesalahannya tidak jeleas karena hanya kecelakaan saja, dan usia beliau juga masih sangat belia, maka Patih Mangkubumi dan Panglima Rauh Lang Sejagad berinisiatif untuk menitipkan Raden Mas Panji pada Sultan Sumbawa. Maka sejak saat itu, beliau dibesarkan oleh Sultan Sumbawa.
Sepeninggal ayahanda Prabu Panji Anom, para petinggi Selaparang menemui Sultan Sumbawa untuk meminta kembali Raden Mas Panji, tetapi Sultan Sumbawa tidak mengizinkan dengan alasan akan menjadikan beliau sebagai penerus kesultanan Sumbawa. Hampir terjadi pertempuran antra pasukan Selaparang dengan kesultanan Sumbawa, tetapi dengan kearifan Raden Mas Panji pertempuran tersebut dapat didamaikan. Dan para petinggi Selaparang kembali ke Kerajaan Selaparang untuk menunggu saat kembalinya Raden Mas PanjiM
Pada sisi lain, sebab melihat gelagat kemungkinan besar Raden Mas Panji Tilar Negara akan meninggalkan Kesultanan Sumbawa dan kembali ke Selaparang, maka Sultan segera menikahkan beliau dengan putri satu-satunya yaitu Putri Ayu Kencana Dewi.
Raden Mas Panji kemudian meninta izin kepada Ayahanda Sultan untuk menengok Kerajaan Selaparang tepat setelah 1 (satu) bulan pernikahan beliau. Pada waktu itu, Sultan Sumbawa tidak keberatan dan memberikan izin kepada Raden Mas Panji. Beliau kembali ke Selaparang dengan pengawalan pasukan pilihan. Akan tetapi, di tengah laut beliau memutuskan untuk memutar arah perahu ke selatan dan berlabuh di Labuhan Haji. itulah asal penamaan Labuhan Haji. Disana beliau menetap hampir 1 tahun lamanya. Hingga Sultan Sumbawa datang menjemput beliau bersama istri dan putra beliau. Putra beliau ini yang kemudian dikenal dengan nama Raden Mas Untalan dan selanjutnya menjadi Sultan Sumbawa menggantikan kakeknya.
Pada waktu yang hampir bersamaan, mengetahui Raden Mas Panji berada di Perigi (Labuhan Haji), para petinggi kerajaan Selaparangpun datang menjemput beliau. Tapi lagi-lagi beliau memutuskan untuk tidak kembali ke Selaparang seperti halnya tidak akan kembali lagi ke Sumbawa. Dan karena keputusan itu, beliau meminta supaya adek beliau Raden Mas Pakel yang dinobatkan menjadi raja.
Guna memberikan ruang yang luas kepada Raden Mas Pakel dalam menjalankan tugas negara, beliau bersama istri, Patih dan Panglima Rauh Lang sejagat juga pasukannya, memilih untuk menetap diperbatasan Kerajaan Selaparang. Tempat ini kemudian dikenal dengan sebutan Kedatuan Langko yang berbatasan dengan Kerajaan Pejanggik di sebelah barat dan Kedatuan Parwe (Sakra) disebelah selatan.
Berkembangnya kedatuan langko menyebabkan kekesalan kerajaan Pejanggik dan Perwe. Konspirasi kedua kerajaan ini menyebabkan terjadinya perang Langko. Perang Langko mengakibatkan Raden Mas Panji bersama istri, putranya Raden Mas Kraeng Kerta Wijaya, petinggi kedatuan Langko dan sekitar 40 orang sisa pasukan meninggalkan Langko dan bergerak menuju ke arah timur hingga sampai desa Songak. Beliau menetap beberapa lama dan akhirnya memutuskan utk melanjutkan perjalan, lalu menetap di daerah Tanaq Malit (sebelah selatan Masbagik). Beberapa lama disana, atas permintaan masyarakat masbagik, beliau pindah ke wilayah Presak (sebelah utara Masbagik). Akan tetapi, tidak lama beliau disana, beliau putuskan untuk pindah ke wilayah Tojang (1 km dari pusat desa Lendang Nangka), dan dari Tojang beliau kemudian terakhir pindah dan menetap di pusat desa Lendang Nangka, tepatnya pada bulan Rabiul Awal tahun 1620 M. dengan demikian, hingga saat ini masyarakat desa Lendang Nangka masih tetap melaksanakan acara Maulid Adat yang dinamakan Maulid Adat Petangan.
- Asal Usul Penyebutan Nama Desa Lendang Nangka
Ada dua alasan yang mendasar yang menyebabkan munculnya penamaan bagi desa Lendang Nangka, yaitu:
- Penamaan nama desa Lendang Nangka, muncul dari situasi tempat tinggal beliau (Raden Mas Panji Tilar Negara). Disebutkan bahwa, beliau tinggal di sebuah dataran yang lebih tinggi berbentuk padang (“Lendang” dalam bahasa sasak) dan ditandai oleh sebatang pohon Nangka yang sangat besar dan rindang. Sehingga, tempat tinggal beliau kemudian disebut Lendang Nangka.
- Terdapat prinsip-prinsip hidup bagi masyarakat suku Sasak yang telah melahirkan prilaku hormat pada orang yang dituakan. Sehingga, dalam hal komunikasi terhadap orang yang dituakan, menjadi sebuah pantangan bagi masyarakat Suku Sasak untuk menyebut nama secara langsung. Dengan demikian, sering kali masyarakat Suku sasak akan menggunakan “bahasa simbingan” (bahasa konotasi). Prinsip dalam prilaku sosial inilah yang melatarbelakangi penyebutan istilah “Lendang Nangka”. Kata Lendang, memiliki makna padang. Sedangkan istilah “nangka” merupakan penyebutan bagi orang yang saat itu tinggal di lokasi Lendang (padang). Bagi orang suku Sasak, pohon nangka merupakan pohon yang dikeramatkan, sehingga dalam penggunaannya, pohon nangka hanya boleh digunakan dengan posisi berdiri, sehingga pohon nangka hanya digunakan untuk tiang penyangga puncak atap rumah, ataupun tiang rumah. Karena Raden Mas Panji Tilar Negara merupakan Datu Lingsir, maka untuk menyebut beliau, masyarakat menggunakan istilah “pohon nangka” .
Jadi, nama desa Lendang nangka memiliki maksud, seorang Datu (Raja) yang tinggal disebuah Lendang (padang).
- Sekilas Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan
Dalam perjalanan sejarahnya, sejak tahun 1620 M, desa Lendang nangka merupakan satu-satunya desa yang otonom. Dapat dikemukakan bahwa masyarakat desa Lendang nangka sejak awal berdirinya tidak pernah mengalami masa penjajahan secara langsung. Sehingga, dalam beberapa kali desa Lendang nangka digunakan sebagai tempat untuk mendapatan perlindungan bagi masyarakat dari luar desa Lendang nangka baik pada masa kekuasan Karang Asem, Belanda, Jepang hingga dengan peristiwa G30S-PKI.
Situasi ini pula yang menyebabkan desa Lendang Nangka sering dijadikan sebagai pusat perlawan pada masa penjajahan.
- Masa Penjajahan Jepang
Terdapat banyak peristiwa perlawanan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang yang dipelopori dan digerakkan oleh para pejuang dari desa Lendang Nangka, diantaranya :
- Gangguan secara teratur ke markas Jepang di wilayah Barang Panas
- Sabotase dan pembantaian pasukan Jepang di wilayah Benteng (Perbatasan desa Lendang Nangka) dengan wilayah markas Jepang di Barang Panas.
- Penolakan pengiriman rakyat untuk melaksanakan Romusha oleh LALU ADENAN (Kepala Desa Lendang Nangka) dengan cara mengajak masyarakat untuk bergotong royong membuka jalan baru ke arah utara dari pusat desa. Kepala desa dan para tokoh menyadari jika penolakan tersebut akan berakibat pada penyerangan pasukan Jepang. Akan tetapi, para tokoh masyarakat telah sepakat untuk menghadapi berbagai resiko yang akan terjadi dengan semangat “PATIRATA” (PATI, artinya mati dan RATA artinya bersama-sama). Oleh karena itu, sejak saat itu, jalan yang menuju arah utara dari pusat desa diamakan Jalan Patirata.
- Masa Perang Mempertahankan Kemerdekaan
Untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan NICA dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, telah diadakan beberapa kali pertemuan dibeberapa tempat. Akan tetapi selalu dapat diketahui oleh pihak NICA, akibatnya banyak pejuang yang ditangkap oleh NICA. Menyadari hal tersebut, maka disepakatilah untuk menyusun penyerangan besar-besaran ke markas NICA. Dan untuk keperluan tersebut, maka disepakatilah desa Lendang Nangka sebagai pusat penyusunan dan tempat berkumpulnya para pejuang hingga saat penyerangan dilakukan. Maka untuk mengelabui pihak pasukan NICA, maka digunakanlah istilah sandi “ desa PRINGGA YUDA” untuk menyebut desa Lendang Nangka dikalangan para pejuang Lombok Timur. Istilah PRINGGA YUDA memiliki makna, Pringga artinya Tempat, sedangkan Yuda memiliki arti perang. Jadi pringga Yuda memiliki makna tempat menyusun peperangan.
Atas kesepakatan para pejuang kemerdekaan di Lombok Timur, maka para pejuang yang berasal dari berbagai desa di Lombok timur berkumpul di desa Lendang Nangka. Dan tepat pada hari jumat, tanggal 7 Juni 1946 diadakanlah penyerangan ke markas NICA di kota Selong. Dan untuk memperingati peristiwa tersebut, maka pada tahun 1986 dibangun tugu BAMBU RUNCING di alun-alun desa Lendang Nangka.
- Pemerintahan Desa Lendang Nangka
Secara administratif, desa Lendang Nangka resmi berdiri sebagai sebuah desa pada tahun 1770 dengan sistem pemerintahan adat, dengan berpegang pada dwi tunggal pemimpin desa, yakni Perkanggo (Kepala Desa) dan Penghulu (pemimpin agama).
Selanjutnya disampaikan nama-nama kepala desa yang pernah memimpin Desa Lendang Nangka, sebagai berikut :
NO
|
NAMA
|
TAHUN
|
LAMA KEPEMIMPIAN
|
1.
|
LALU ACAK
|
1770 s/d 1820
|
50 tahun
|
2.
|
LALU DULLAH
|
1820 s/d 1875
|
55 tahun
|
3.
|
HAJI LALU HUSEIN
|
1875 s/d 1894
|
19 tahun
|
4.
|
HAJI ABDUL GAFUR
|
1894 s/d 1896
|
2 tahun
|
5.
|
LALU AGUS
|
1896 s/d 1912
|
16 tahun
|
6.
|
LALU GUFUH/MQ MUSTIKA
|
1912 s/d 1937
|
25 tahun
|
7.
|
HAJI LALU ADENAN
|
1937 s/d 1985
|
48 tahun
|
8.
|
HAJI LALU RUSLAN ADENAN
|
1985 s/d 2002
|
17 tahun
|
9.
|
HAJI LALU RUSLIN ADENAN
|
2002 s/d 2007
|
6 tahun
|
10.
|
JUMAWAL
|
2007 s/d 2013
|
6 tahun
|
11.
|
Drs. LALU MUHAMAD ISNAINI
|
2013 s/d saat ini
|
|
Lendang nangka, Nopember 2021
Kepala Desa Lendang nangka
LALU MUHAMAD ISNAINI